Pewaris hendak menawarkan tanah dan bangunan seluas 2171 m2 yang terdiri dari satu rumah induk, satu pavilyun, rumah abdi dalem dan dapur itu dengan nominal harga sekitar Rp 1 miliar.
Pengakuan ini disampaikan Raden Mas (RM) Indronoto (57) salah seorang ahli waris yang menempati dalem kanjengan, begitu biasa masyarakat Kota marmer Tulungagung menyebutnya.
Menurut priyayi jawa ini, harga tawar yang disampaikannya, mengacu pada Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP). "Kalau sesuai NJOP-nya, setiap meternya Rp 285 ribu. Total NJOP sebagai dasar pembayaran Pajak Bumi Bangunan (PBB) sebesar Rp 923.235.000. Dan saya sebagai ahli waris berencana menjualnya dengan harga segitu hingga Rp 1 miliar," ujarnya, Senin (18/7/2008).
Keinginan melego peninggalan Pringgokusumo, mantan Bupati Tulungagung ke tujuh ini mencuat secara tak sengaja saat Indronoto menemui sejumlah pegawai Dinas Pariwisata Pemprov Jawa Timur yang bertamu ke dalem kanjengan. "Namun sebenarnya saya sudah lama menyimpan gagasan ini, "ungkapnya.
Sekedar diketahui, dalem kanjengan merupakan salah satu tempat bersejarah di Kabupaten Tulungagung yang berkaitan langsung dengan sejarah pemerintahan dan kekuasaan di Tulungagung. Sebab, di dalem kanjengan yang ditempati mulai tahun 1991 ini, tersimpan sebilah pusaka kraton Mataram yang bernama tombak Kiai Upas (lidah) Baru Klinting.
Pusaka Kiai Upas merupakan cikal bakal berdirinya Kabupaten Tulungagung yang berdasar sejarah sebelumnya daerah bawahan kerajaan Mataram. Menyitir salah satu versi sejarah, tombak Kiai Upas berasal dari potongan lidah keturunan salah satu raja Kerajaan Mataram Islam yang bernama Ki Ageng Mangir.
Legenda yang berkembang di masyarakat, putra raja ini berwujud seekor ular. Karena dorongan keinginan bertemu sang ayah, ular penjelmaan ini harus merelakan lidahnya dipotong. Tombak Kiai Upas ini diyakini menjadi semacam pusaka setiap Bupati Tulungagung. Setiap bulan Suro, penanggalan Jawa, Bupati melakukan ritual siraman Kiai Upas di Dalem Kanjengan. Dan ini menjadi wisata religi yang menarik ratusan bahkan ribuan anggota masyarakat. Tidak hanya di Tulungagung, tapi juga dari masyarakat yang berada di daerah eks Karsidenan Kediri.